Sunday, 5 January 2014

Lagu Inspiratif!

           Dari lagu Lentera Jiwa yang dibawakan Nugie banyak pelajaran yang dapat kita ambil. Tapi disini saya hanya akan menyebutkan beberapa saja.
            Bekerjalah atau sibuklah dengan apa yang sesuai dengan passion atau hasrat kita. Karena bekerja dengan prinsip seperti itu dapat menambah produktifitas kita dalam bekerja. Dengan bekerja seperti itu kita benar-benar bekerja dengan bahagia. Hobi atau kesukaan kita tercapai dan kita juga bisa mendapat penghasilan dari hobi itu. Seperti pesan dalam film “Three Idiot” kita harus bekerja dan belajar sesuai dengan hasrat kita. Belajar dengan prinsip seperti itu akan membuat kita cepat dalam menyerap pelajaran yang di sampaikan. Kemudian dengan prinsip seperti itu juga kita akan bekerja secara “total” karena itu sesuai dengan passion kita.
            Jangan membatasi diri kita dan jangan mengekang passion kita, biarkan potensi diri kita itu berkembang dengan cara, selalu mengasah potensi diri yang kita miliki. Passion yang terkekang juga mengakibatkan kita bingung, dan nantinya akan muncul pertanyaan seperti ini,  akan di bawa kemana hidupku? Mau bekerja apa aku nanti? Ambil jurusan apa ya aku? Dan pertanyaan semacam itu. Maka sejak dini kita harus segera menggali dan mengasah potensi diri kita, passion yang kita miliki. Jangan sampai kita membiarkan potensi kita mengambang.
Jangan biarkan potensi kita terhambat. Banyak akibat buruk yang akan terjadi jika kita masih belum tahu dan mengerti apa passion kita. Contohnya, jika sampai mendapat pekerjaan kita belum mengerti passion kita, yang akan terjadi adalah kita akan bekerja dalam kebingungan. Akibat itu juga akan terjadi jika kita bekerja atau belajar dengan tidak mengikuti prinsip yang diatas tadi. Akibatnya juga tidak jauh beda, kita akan bekerja dengan tidak bahagia walaupun pekerjaan itu memiliki penghasilan yang besar. Kita bekerja hanya mengejar hasil tanpa bahagia menikmati proses kita mendapatkan hasil. Dalam pembelajaran, juga akan terhambat, karena ilmu yang kita dapat tidak sesuai dengan potensi kita, jadi kita tidak akan bisa atau sangat lambat dalam menyerap ilmu yang diajarkan kepada kita.

Jadi sekian pesan yang dapat saya sampaikan dari lagu tadi.

Lalu jika pembaca ingin mendengar lagunya berikut saya sertakan link videonya disini

Manusia yang Pantang Putus Asa

            Namanya Ngatemi, nama lengkapnya Ngatemi, panggilannya Bu Ngatemi. Ia lahir di Jogja 46 tahun lalu pada akhir tahun, 31 Desember. Bu Ngatemi adalah lulusan Sekolah Dasar Kyai Mojo Pingit dan memilih untuk tidak melanjutkan studinya karena berbagai alasan, seperti ekonomi keluarga yang tidak mencukupi dan alasan lain. Ia bertempat tinggal di jalan Mangkubumi dekat stasiun Tugu.
            Bu Ngatemi memiliki tiga anak, dua laki-laki dan satu perempuan, tetapi anak perempuannya meninggal di usia yang masih sangat belia. Anak laki-laki pertamanya sudah menikah, bekerja di Universitas Janabadra dan bertempat tinggal di suatu perumahan di Kotagede. Anak ketiganya masih menempuh pendidikan tingkat dasar di sekolah yang sama dengan tempat ibunya, di SD Kyai Mojo Pingit. Suami Bu Ngatemi bekerja di sebuah Toko Besi di jalan Magelang sebagai kurir atau pengantar barang. Bu Ngatemi memiliki dua kakak dan satu orang adik, jadi ia adalah anak ketiga dari empat bersaudara. Kebanyakan saudaranya hanya bekerja di daerah Jogja saja, hanya satu orang dari keluarganya yang bekerja di luar kota, di Jepara. Di Jepara saudaranya bekerja sebagai montir di sebuah bengkel dan bertempat tinggal di sebuah rumah yang berjarak hanya 500 meter dari bibir pantai.
            Bu Ngatemi bekerja sebagai penjual di sebuah kantin di sekolah tempat dulu ia menempuh studi tingkat dasar, SD Kyai Mojo Pingit. Jadi di SD itu pula ia menimba ilmu sebagai siswi dan tempat ia bekerja sebagai penjual kantin. Sebagai penjual kantin pula Bu Ngatemi mendapatkan cita-cita masa kecilnya. Ada suka duka juga bekerja sebagai penjual kantin. Ada waktu ketika banyak anak SD itu tidak mau membeli jajanan di kantin, lalu ada juga anak SD itu yang berkelahi di kantin (terpaksa Bu Ngatemi yang harus melerai mereka). Yang paling seru adalah mendengar celotehan anak SD itu ketika membeli jajanan di kantin. Sebagai penjual kantin Bu Ngatemi memiliki penghasilan sekitar 150 ribu, tapi itu hanya hasil kotor saja, jika diambil keuntungan bersihnya maka ia hanya mendapat sekitar 100 ribu rupiah sehari. Dan ternyata penghasilan Bu Ngatemi di tambah penghasilan suaminya belum mampu mencukupi kebutuhan sehari-hari Bu Ngatemi.
            Hobi Bu Ngatemi di kala waktu senggangnya adalah membaca dan senam. Ia suka sekali membaca novel, koran dan majalah. Ia senam dua kali seminggu, hari Jum’at dan hari Ahad, hari Jum’at ia senam di Malioboro lalu untuk hari Ahad ia senam di dekat rumahnya bersama para tetangganya.
            Bu Ngatemi memiliki motto hidup yang sederhana. Ia selalu mensyukuri apa yang telah ia dapat dan selalu mensyukuri telah diberi hidup dan sehat.

Saturday, 4 January 2014

Memanjat Tebing di China

            Kali ini ada sebuah cerita dari MAPAGAMA (MAhasiswa Pecinta Alam universitas Gajah MAda). Seperti komunitas pecinta alam yang lain MAPAGAMA juga mempunyai banyak kegiatan menjelajah, berpetualang dan sejenisnya, entah itu di sungai, di gua, di gunung maupun di tebing. Mereka pernah mendaki puncak Sorbori yang memiliki ketinggian 500 dpl di pegunungan Himalaya sana.
            Jadi ada dua orang dari MAPAGAMA, mas Aries Dwi Siswanto a.k.a Aries dan mas Priyantono Nugroho a.k.a Yayan. Dua orang ini bercerita tentang petualangannya memanjat tebing di negeri orang, China.
            Komunitas MAPAGAMA ingin memperingati 40 tahun berdirinya perkumpulan ini, maka dari itu mereka ingin melakukan sesuatu yang baru yaitu memanjat tebing di China. Bukan hanya negara tempat mereka memanjat tebing yang dianggap baru tetapi mereka juga ingin menjadi orang Indonesia pertama yang membuat jalur panjat di tebing yang akan mereka panjat, mereka juga ingin menciptakan pemanjat tebing handal dalam negeri. Selain itu mereka ingin mencoba berpetualang dengan prinsip low budget high impact. Mereka mencoba menjelajah di luar negeri tapi juga dengan harga yang tejangkau.
            Petualangan mereka berawal dengan pelatihan di tebing sekitar Yogya, seperti di nglanggran. Selanjutnya mereka melakukan try out di Tontonan, Bambapuang dan Tinoring daerah di perbatasan Enrekang dan Tana Toraja, Sulawesi. Try out itu bertujuan untuk mencari standar serta pengalaman yang berguna sebagai persiapan memanjat tebing di China. Mengapa harus di Sulawesi? Karena tebing di sana memiliki kontur yang sama dengan tebing yang akan mereka panjat di China.
            Jadi setelah melakukan try out selama sekitar 2 minggu di tiga tebing berbeda di Sulawesi sana. Akhirnya berangkatlah mereka menuju China, di kota Huang Zhao tepatnya. Perjalanan Jogja – Huang Zhao sebenarnya hanya 4 jam saja, tapi mereka harus transit di Changi Airport Singapura selama 12 jam. Jadi selama 12 jam pula mereka menunggu di bandara yang mirip mal tersebut.
            Sampai di kota Huang Zhao para pemanjat ini menemui satu kendala yaitu makanan, orang China sangat suka masakan yang brbahan dasar babi, jadi sangat susah mencari restoran yang tidak berbahan dasar babi. Untungnya di kota tersebut terdapat suatu komunitas Muslim China yang di komunitas kecil itu juga terdapat restoran. Maka untuk mengganjal perut, jadilah mereka mengonsumsi masakan buatan resto tersebut.
            Kemudian dari kota Huang Zhao para petualan ini langsung menuju tempat tujuan yang berada di daerah Bui Zhao, perjalanan menggunakan moda transportasi kereta yang menghabiskan waktu selama 22 jam. Sampai di Bui Zhao masih saja terdapat kendala, yaitu bahasa. Masyarakat di daerah situ berprinsip “Jika kamu berada di daerah ku, maka kamu juga harus bicara dengan bahasaku” prinsip yang menyusahkan. Lalu kendala yang lain adalah susahnya mencari seorang guide yang bertugas sebagai translator juga. Setelah beberapa lama mendapat seorang guide maka langsunglah mereka berangkat menuju tempat yang akan mereka tuju, yaitu tebing Pussa Yan yang berada di Bui Zhao International Park. Dari kota Bui Zhao ke tebing tujuan yang seharusnya hanya menghabiskan waktu 5 jam, harus mereka lalui selama 2 hari karena ternyata mereka melalui jalan yang “memutar”.
Sampai di tebing mereka langsung mendirikan tenda. Jadi tenda didirikan sebagai tempat tidur bagi atlet panjat tebing, sedangkan para official tidur di rumah warga setempat. Selama 4 hari mereka baru bisa mencapai top (puncak tebing), yang harus mereka lalui dengan 7 pitch (tempat singgah di tebing). Setelah puas dan bahagia dengan petualangan  mereka pulanglah mereka ke tempat kembali, Yogyakarta




            Selanjutnya terdapat beberapa tulisan lagi yang harus saya ceritakan juga disini.
            Jadi sebelum mereka melakukan perjalanan ke China, diadakan audisi untuk memilih atlet yang cocok dan memiliki kemampuan mumpuni untuk ikut memanjat tebing di sana. Maka terpilih lah dua atlet dengan satu pelatih, jadi MAPAGAMA membawa tiga atlet menuju China.
            Lalu dalam panjat tebing ada dua gaya, Himalayan Style dan Alpit Style. Himalayan Stlye adalah panjat tebing yang masih berhubungan dengan basecamp jadi selama beberapa hari dalam memanjat tebing mereka sering bolak-balik dari basecamp ke tebing dan sebaliknya untuk beristirahat. Kemudian Alpit style adalah memanjat tebing yang 100% terlepas dari basecamp, jadi untuk makan, tidur dan sebagainya dilakukan di tebing.
Lalu dalam memanjatnya juga terdapat dua gaya, artificial dan sport. Artificial lebih ramah lingkungan karena tidak merusak  tebing tetapi tingkat kesulitannya juga lebih besar dari sport karena harus selau bongkar – pasang pengaman. Kemudian untuk sport memang lebih  mudah karena terdapat hanger  atau penggantung tetapi gaya ini merusak tebing karena memaksa kita untuk harus mengebor dinding tebing
Adapula hal yang menarik tentang tebing yang mereka panjat. Jadi tebing ini bernama Pussa Yan yang artinya ibu yang melindungi, kenapa dinamakan demikian? Karena di tebingnya terdapat tonjolan kecil yang dianggap anak yang sedang di gendong dengan tebingnya sebagai ibu yang senantiasa melindungi. Tinggi tebing ini sekitar 180 meter yang memiliki over height sekitar 40 meter di ketinggian 120 meter.
Selain itu dalam memanjat tebing di butuhkan Leader, Belayer dan orang terakhir. Jadi pada ketinggian 0 meter dari tebing Leader memanjat sambil memasang pengaman yang di pasang dengan jarak masing-masing minimal 1,5 meter. Dibawahnya ada seorang belayer yang bertugas untuk mencopot pengaman yang dipasang Leader. Sampai di pitch belayer menurunkan tali yang berfungsi untuk menaikkan satu orang yang di bawah. Jadi sampai di pitch terdapat tiga orang. Kemudian belayer berubah tugas menjadi leader, orang yang terakhir naik ke atas berubah tugas menjadi belayer, leader menunggu di pitch untuk naik menggunakan tali yang di pasang oleh belayer dari pitch selanjutnya, begitu seterusnya sampai mereka sampai di top   
Lalu ada juga beberapa istilah yang saya dapatkan:
·         Over height    : tebing yang memiliki sudut lebih dari 180 derajat (menjorok keluar)
·         Crack             : rekahan pada dinding tebing
·         Top                 : puncak tebing
·         Leader            : orang pertama (di atas) yang memanjat tebing yang bertugas memasang pengaman di dinding tebing
·         Belayer           : menjaga leader yang juga bertugas untuk mencopot pengaman   yang dipasang leader


Friday, 3 January 2014

Menjelajah Dunia





Sebelumnya, ini adalah tugas dari kaca kedaulatan rakyat, untuk menulis apa yang telah di ceritakan oleh teman sekelompok saya.
Nama panggilannya Virgi. Sayangnya saya lupa nama lengkapnya. Ia bersekolah di MAN 1 Yogyakarta. Ada sebuah cerita menarik kenapa ia memilih bersekolah disana. Ternyata, ia sudah bosan bersekolah di sekolah swasta. Ia menempuh pendidikan menengah pertama di SMP IT, ia juga menempuh pendidikan dasar di SD IT, sama pula dengan taman kanak-kanaknya, TK IT. Jadi bisa di bilang ia anak IT (baca: ai ti). Oleh karena itu. Ia ingin menempuh pendidikan menengah atasnya di SMA negeri. Sebenarnya ia ingin bersekolah di SMAN 7, tapi karena nilainya yang masih kurang sampailah ia di MAN 1. MAN 1 memang bukan tujuannya tapi disana ia mendapat pelajaran yang ia impikan, Bahasa Perancis. Pelajaran yang tidak akan ia dapatkan di SMA 7, karena SMAN 7 hanya mengajarkan bahasa Indonesia, Bahasa Jerman, dan Bahasa Jepang.           
Jadi ini cerita dari Virgi, tentang impiannya untuk keliling dunia. Mengapa saya memilih cerita dari Virgi? Karena kisahnya menginspirasi saya untuk menjelajah keluar dari habitat (baca: daerah) saya menuju daerah orang lain yang berbeda suku, berbeda ras, berbeda keyakinan dan segalanya yang berbeda dari kita. Selain itu kisah ini juga memotivasi kita walaupun kita bersekolah di bukan SMA favorit/unggulan tapi kita tetap berhak memiliki impian yang tinggi
Jadi teman kita Virgi memiliki cita-cita ingin bersekolah di University of California Los Angeles (UCLA). Ia juga memiliki keinginan jangka panjang yaitu keliling dunia. Negara yang pertama ingin ia jelajahi adalah Amerika dan sebagai seorang muslim tentunya ia juga ingin singgah ke Saudi Arabia. Sejak SMP Virgi sudah giat mencari artikel tentang pertukaran pelajar ke Amerika. Akhirnya pada saat kelas 10 ia mendapat tawaran pertukaran pelajar ke Amerika, tapi orangtuanya tidak sejalan dengan niatnya. Orangtuanya tidak setuju karena karena waktunya yang terlalu lama, satu tahun. Selain itu Virgi juga harus menambah masa belajarnya satu tahun lagi di SMA. Kemudian ia mendapat lagi tawaran untuk pertukaran pelajar ke Amerika. Tawaran itu sangat cocok dengan niat Virgi, tidak terlalu lama hanya satu bulan. Tapi sayangnya pada saat ia mendapat tawaran itu berbarengan dengan ditutupnya pendaftaran pertukaran pelajar itu. Untuk kedua kalinya Virgi gagal ke Amerika. Oleh karena itu ia terus giat belajar untuk mengejar mimpinya pergi ke Amerika, bersekolah di UCLA dan keliling dunia.
Keinginan Virgi tidak telalu jauh dengan impian saya. Jika Virgi ingin “menjelajah” dunia, saya hanya ingin menjelajahi tiga negara saja, Inggris, Perancis dan tentunya Saudi Arabia. Di Inggris saya ingin sekali ke kota Liverpool, dimana klub sepakbola favorit saya bermarkas. Saya sangat ingin sekali melihat Liga Champion live langsung dari Anfield, Stadion Liverpool FC. Kemudia di Perancis saya sangat ingin melihat langsung bagaimana sengaunya orang Perancis bercakap-cakap. Saya sangat kagum bagaimana logat dan sengaunya conversation masyarakat Perancis. Sedangkan di Arab tentunya sebagai Muslim sudah menjadi tujuan utama untuk melaksanakan Ibadah Haji di sana
Selain kisah diatas, ternyata guru Bahasa Perancis nya pernah pergi ke Perancis, tepatnya di Perancis Tengah. Menurut penuturan gurunya, ternyata di sana terdapat penjual tempe. Tapi penjual tempe di Prancis hanya terdapat di Ibukotanya, Paris. Itupun harganya sangat jauh di banding harga tempe di Indonesia, sekitar dua juta sedangkan di Indonesia dua ribu saja sudah dapat. Padahal pada saat itu gurunya sangat merindukan masakan berbahan dasar tempe. Kemudian gurunya juga menuturkan bagaimana mahalnya makanan disana. Bayangkan saja roti croissant (baca: krossong) yang tidak mengenyangkan dihargai 2 euro (jika di rupiahkan sekitar 30 ribu). Begitulah mahalnya makanan Perancis  
Ada pula cerita tentang sejarah roti croissant yang pernah saya baca di novel karangan Hanum Rais. Di sana di ceritakan bahwa roti croissan bertuuan untuk mengolok-olok Turki. Roti croissan dan lambang Turki memiliki persamaan dalam bentuknya, bulan sabit. Jadi orang Perancis memakan roti croissant dengan lahap di ibaratkan seperti “memakan” Turki dengan lahap.  
Mungkin hanya seperti ini yang dapat saya ceritakan