Sebelumnya, ini adalah tugas dari
kaca kedaulatan rakyat, untuk menulis apa yang telah di ceritakan oleh teman sekelompok
saya.
Nama panggilannya Virgi. Sayangnya saya
lupa nama lengkapnya. Ia bersekolah di MAN 1 Yogyakarta. Ada sebuah cerita
menarik kenapa ia memilih bersekolah disana. Ternyata, ia sudah bosan
bersekolah di sekolah swasta. Ia menempuh pendidikan menengah pertama di SMP
IT, ia juga menempuh pendidikan dasar di SD IT, sama pula dengan taman
kanak-kanaknya, TK IT. Jadi bisa di bilang ia anak IT (baca: ai ti). Oleh karena itu. Ia ingin menempuh
pendidikan menengah atasnya di SMA negeri. Sebenarnya ia ingin bersekolah di SMAN
7, tapi karena nilainya yang masih kurang sampailah ia di MAN 1. MAN 1 memang
bukan tujuannya tapi disana ia mendapat pelajaran yang ia impikan, Bahasa Perancis.
Pelajaran yang tidak akan ia dapatkan di SMA 7, karena SMAN 7 hanya mengajarkan
bahasa Indonesia, Bahasa Jerman, dan Bahasa Jepang.
Jadi ini cerita dari Virgi, tentang
impiannya untuk keliling dunia. Mengapa saya memilih cerita dari Virgi? Karena kisahnya
menginspirasi saya untuk menjelajah keluar dari habitat (baca: daerah) saya
menuju daerah orang lain yang berbeda suku, berbeda ras, berbeda keyakinan dan
segalanya yang berbeda dari kita. Selain itu kisah ini juga memotivasi kita
walaupun kita bersekolah di bukan SMA favorit/unggulan tapi kita tetap berhak
memiliki impian yang tinggi
Jadi teman kita Virgi memiliki cita-cita
ingin bersekolah di University of California Los Angeles (UCLA). Ia juga
memiliki keinginan jangka panjang yaitu keliling dunia. Negara yang pertama
ingin ia jelajahi adalah Amerika dan sebagai seorang muslim tentunya ia juga
ingin singgah ke Saudi Arabia. Sejak SMP Virgi sudah giat mencari artikel
tentang pertukaran pelajar ke Amerika. Akhirnya pada saat kelas 10 ia mendapat tawaran
pertukaran pelajar ke Amerika, tapi orangtuanya tidak sejalan dengan niatnya. Orangtuanya
tidak setuju karena karena waktunya yang terlalu lama, satu tahun. Selain itu
Virgi juga harus menambah masa belajarnya satu tahun lagi di SMA. Kemudian ia mendapat
lagi tawaran untuk pertukaran pelajar ke Amerika. Tawaran itu sangat cocok
dengan niat Virgi, tidak terlalu lama hanya satu bulan. Tapi sayangnya pada
saat ia mendapat tawaran itu berbarengan dengan ditutupnya pendaftaran
pertukaran pelajar itu. Untuk kedua kalinya Virgi gagal ke Amerika. Oleh karena
itu ia terus giat belajar untuk mengejar mimpinya pergi ke Amerika, bersekolah
di UCLA dan keliling dunia.
Keinginan Virgi tidak telalu jauh
dengan impian saya. Jika Virgi ingin “menjelajah” dunia, saya hanya ingin
menjelajahi tiga negara saja, Inggris, Perancis dan tentunya Saudi Arabia. Di Inggris
saya ingin sekali ke kota Liverpool, dimana klub sepakbola favorit saya
bermarkas. Saya sangat ingin sekali melihat Liga Champion live langsung dari
Anfield, Stadion Liverpool FC. Kemudia di Perancis saya sangat ingin melihat
langsung bagaimana sengaunya orang Perancis bercakap-cakap. Saya sangat kagum
bagaimana logat dan sengaunya conversation
masyarakat Perancis. Sedangkan di Arab tentunya sebagai Muslim sudah menjadi
tujuan utama untuk melaksanakan Ibadah Haji di sana
Selain kisah diatas, ternyata guru Bahasa
Perancis nya pernah pergi ke Perancis, tepatnya di Perancis Tengah. Menurut penuturan
gurunya, ternyata di sana terdapat penjual tempe. Tapi penjual tempe di Prancis
hanya terdapat di Ibukotanya, Paris. Itupun harganya sangat jauh di banding
harga tempe di Indonesia, sekitar dua juta sedangkan di Indonesia dua ribu saja
sudah dapat. Padahal pada saat itu gurunya sangat merindukan masakan berbahan
dasar tempe. Kemudian gurunya juga menuturkan bagaimana mahalnya makanan
disana. Bayangkan saja roti croissant (baca: krossong) yang tidak mengenyangkan
dihargai 2 euro (jika di rupiahkan sekitar 30 ribu). Begitulah mahalnya makanan
Perancis
Ada pula cerita tentang sejarah roti
croissant yang pernah saya baca di novel karangan Hanum Rais. Di sana di
ceritakan bahwa roti croissan bertuuan untuk mengolok-olok Turki. Roti croissan
dan lambang Turki memiliki persamaan dalam bentuknya, bulan sabit. Jadi orang
Perancis memakan roti croissant dengan lahap di ibaratkan seperti “memakan”
Turki dengan lahap.
Mungkin hanya seperti ini yang dapat
saya ceritakan
No comments:
Post a Comment